Senin, 10 Agustus 2015

Hidup Bersahaja Di Rammang-rammang


Oleh: Indah A. Febriany

            Hijau,
            Gemericik,
            Helaan nafas alam terdengar layaknya orkestra megah,        
            Ombak kecil sesekali merayu penumpang kapal tuk tak memalingkan wajah,          
            Suasana tenang membius batin,
            Hamparan karst menyambut setiap orang dengan tangan terbuka,
            Gugusan kecil batu karang menjadi penunjuk jalan,
            Lorong-lorong karst seakan ingin memeluk erat setiap pengunjung.

            Menghabiskan malam di Rammang-rammang menjadi pengalaman pertama bagiku, setelah beberapa tahun lebih nyaman berdiam diri dalam kehangatan rumah. Kasur yang embuk serta suhu yang terjaga, sedikit harus ditinggalkan ketika Anda memutuskan untuk bermalam di daerah yang namanya memiliki arti “kabut.”
            Daerah yang baru terjamah sekitar awal 2000-an ini terletak di Desa Salenrang, kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Meski sudah satu dekade lebih Rammang-rammang dijadikan objek wisata, namun urusan akomodasi masih terbilang agak sulit, apalagi bagi para pelancong yang datang dari luar kota. Kecuali, jika nantinya pemerintah daerah Maros menyediakan mobil wisata yang akan mengantar pengunjung hingga ke dermaga Rammang-rammang.

            Ketika sampai di dermaga, rasa khawatir sedikit berkurang. Ini lantaran, perahu wisata milik warga sudah siap mengantarkan setiap pengunjung. Namun, ketika Anda memilih untuk jalur darat juga bisa, tetapi harus sabar menembuh perjalanan kurang lebih 2 jam perjalanan jika Anda berangkat dari kota Makassar.
            Bayangan kabut atau awan tipis seketika menggodaku ketika mata menangkap pegunungan karst yang terhampar sejauh mata memandang. Aliran sungai Pute yang sedikit keru, mengayun lembut perahu yang dijalankan menggunakan bantuan mesin. Tetapi, sesekali mesin perahu harus dimatikan, apalagi ketika di wilayah yang cukup sempit dan perahu yang saya tumpangi berpapasan dengan perahu yang lain.
            Betapa ahli para pemilik perahu, ketika harus berbelok diantara karang yang tersusun tak beraturan. Ibarat sirkuit laga yang mengharuskan si pemilik kendaraan meliak-liuk menghindari karang. Perjalanan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, apalagi berada di tengah pohon nipah dan pohon bakau khas sungai yang berair payau. Apalagi, model setiap batuan karst yang unik menambah keeksotisan tempat yang masih jarang dijamah oleh para pelancong lokal dan mancanegara. Padahal, taman hutan batu kapur di wilayah Maros-Pangkep ini, satu-satunya di Indonesia. Bukan hanya itu, Rammang-rammang juga tercatat sebagai pegunungan batu kabur terbesar ketiga di dunia, setelah taman hutan batu Tsingy di Madagaskar dan taman hutan batu Shilin yang berada di Tiongkok.   
Seketika udara menjadi agak sedikit pengap ketika perahu melintas lebih dekat dengan kawasan pegunungan karst. Tetapi, pengapnya hilang terganti takjub yang tak terkira. Ibarat masuk dalam lorong waktu yang sedikit diterangi cahaya persis berada di atas kepala. Relief permukaan batu karst begitu menggoda untuk diamati.

            Panas yang menyengat ketika perahu kami merapat di ujung dermaga, lebih tepatnya bisa dikatakan daratan yang sangat dekat dengan bebatuan karst. Welcome to dermaga kampong Berua. Menyenangkan! Bisa Anda bayangkan bukan, apalagi yang akan dijumpai ketika Anda berada di Kampung Berua.
            Beberapa orang terlihat sudah mendirikan tenda ketika kami sampai. Saya hanya mampu duduk termangu menatap pegunungan karst yang tinggi menjulang, sembari menarik nafas menghirup segarnya udara yang masih tak terjamah oleh polusi.
            Keramahan penduduk menyambut setiap orang pun begitu menyentuh, senyum kegembiraan mereka. Mungkin saja karena Rammang-rammang jarang dikunjungi tamu yang begitu banyak. Ditambah lagi petinggi Sulsel akan bertandan membuka sebuah event bergengsi bertajuk “Fullmoon Festival.”


            Keramahan penduduk di Rammang-rammang begitu bersahaja. Senyum tulus mereka menandakan keluguan yang merindukan sapaan lebih banyak pengunjung. Ibarat ruang tamu, Rammang-rammang jarang digunakan untuk menjamu. Hanya dibiarkan membisu dengan keindahan yang tersembunyi diantara pegunungan batu karst. Sejumlah objek wisata lainnya juga akan membuat Anda semakin kagum, seperti telaga bidadari, gua bulu’ barakka’, ada juga gua telapak tangan, dan gua pasaung.
            Taman Hutan Batu Rammang-rammang menunggu lebih banyak orang untuk berkunjung. Senyum Anda harapan baik bagi para penduduk untuk memperbaiki perekonomian rakyat mereka. Pastikan destinasi akhir pecan Anda dan keluarga ke Rammang-rammang.